Selasa, 25 Juli 2017

Kisah miris bayi Khiren, operasi jantung berujung utang Rp 124 juta

Pasangan Syaifuddin Islami dan Dewi Anggraini tengah bingung mengenai nasib putri keduanya, Khiren Humaira Islami. Putrinya yang saat itu baru berusia 10 bulan, didiagnosa menderita Penyakit Jantung Bawaan (PJB) dengan tipe Ventricular Septal Defect (VSD) pada sekat bilik jantungnya, atau dikenal dengan istilah jantung bocor.

Hal itu diketahui usai Khiren melakukan operasi jantung di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jalan S Parman, Jakarta Barat. Penyakit tersebut diketahui menggerogoti Khiren sejak lahir.

Setelah menjalani beberapa proses medis, orangtua Khiren akhirnya menjalani operasi pada tanggal 20 Mei, lebih cepat dua hari dari jadwal semula, yakni tanggal 22 Mei 2015. Saat itu, Khiren dioperasi dengan jaminan BPJS yang telah diurus secara bertingkat dari faskel tingkat I (puskesmas ambacang), dan RSUD M Jamil Padang, dan kemudian diteruskan dengan mendaftar di loket BPJS Harapan Kita.

Khiren tercatat 17 hari mendekam di rumah sakit. Sejak dirawat 20 Mei hingga keluar rumah sakit pada tanggal 4 Juni 2015.

Persoalan kembali muncul setelah pihak rumah sakit menahan Khiren pulang sebelum orangtuanya menandatangani surat pernyataan penanggung utang selama perawatan. Dalam surat perjanjian tersebut tertera biaya perawatan Khiren mencapai sekitar Rp 124 juta.

Biaya tersebut menyusul terlambatnya kedua orangtua Khiren mengurus Surat Eligibilitas Peserta (SEP) atau surat jaminan rawat inap, yang dalam aturannya harus diurus dalam waktu 3x24 jam. Pihak RS pun mengkategorikan Khiren sebagai pasien umum, sehingga semua biaya perawatan dan operasi harus dibayar dengan biaya pribadi.

Puncaknya, pada Jumat 26 Juni 2015, sepucuk surat peringatan pertama (SP1) dari RS Harapan Kita Jakarta datang menghampiri ke kediaman mereka di Komplek Bumi Minang II Blok J No 4 Korong Gadang Kuranji, Padang, Sumatera Barat.

Dalam surat itu, dijelaskan agar Pasangan Syaifuddin Islami dan Dewi Anggraini harus segera melunasi utang perawatan anaknya yang mencapai Rp 124 juta. Setelah menerima SP1 dari dari Rumah Sakit Harapan Kita pada tanggal 26 Juni, 11 hari berselang datang pula surat dari BPJS pusat yang dialamatkan pada Alex Indra Lukman, yang menyatakan bahwa biaya pengobatan pasien Khiren tidak diklaim oleh BPJS.

BPJS menolak mengganti biaya perawatan bayi Khiren, usai kedua orangtuanya terlambat mengurus Surat Eligibilitas Peserta (SEP) atau surat jaminan rawat inap, yang dalam aturannya harus diurus dalam waktu 3x24 jam.

"Untuk Bayi Khiren Humaira Islami biaya pelayanan kesehatan Pasien Khiren tidak dapat dijamin oleh BPJS Kesehatan karena pelayanan kesehatan yang didapat oleh pasien tidak sesuai dengan prosedur," kata Direktur Pelayanan BPJS Fadjriadinur di Jakarta, Jumat (14/8).

Dia menuturkan, sampai hari ke-17 dirawat di RS, orangtua Khiren tidak mengurus SEP ke loket BPJS Kesehatan. Padahal, menurut dia, pihak Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, tempat Khiren dirawat, telah mengingatkan orang tuanya untuk mengurus surat tersebut.

Pihaknya juga mengklaim orang tua Khiren telah menandatangani surat jaminan BPJS Kesehatan. Isinya, apabila dalam waktu 3 x 24 jam tak mengurus jaminan itu ia dinyatakan sebagai pasien umum dan menanggung administrasi secara pribadi.

"Sejak bersangkutan dirawat tidak menunjukkan diri maka dinyatakan sebagi pasien umum sehingga tidak ada jaminan dari BPJS," terangnya.

Ia menuturkan apabila orang tua Khiren tak mampu melunasi biaya operasi anaknya maka kasus ini akan dilimpahkan ke lembaga piutang negara. Bahkan jika hingga SP3 keluar keluarga tak bisa membayar, maka terancam aset orang tua Khiren senilai utang akan disita.

"Tagihan akan dilimpahkan kesana, kalau saya yang membebaskan uangnya nanti bermasalah saat diaudit serta merugikan anggaran negara," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar